TangselNetwork.id – Menjelang Pilkada Banten 2024, persoalan siapa yang berpotensi memenangkan kontestasi sama pentingnya dengan realisasi aspirasi masyarakat.
Misalnya, pengamat fokus menganalisa kekuatan politik berdasarkan keluarga atau geografis (Banten Utara dan Selatan) tanpa menaruh perhatian pada aspirasi politik masyarakat, terutama kemungkinan aspirasi itu dapat terealisasi.
Sebaliknya, banyak pengamat fokus pada aspirasi masyarakat tanpa mempertimbangkan kalkulasi kekuatan politik.
Tulisan ini mencoba menengahi kedua pandangan tersebut
Pertama, ekspresi atau aspirasi masyarakat Banten pada dasarnya teranalisis berdasarkan tuntutan ekonomi.
Misalnya, tingkat pendidikan di Banten Selatan (Lebak, Pandeglang, Cilegon, Kota Serang dan Kabupaten Serang) yang cenderung lebih rendah daripada Banten Utara atau Tangerang Raya, karena menentukan tuntutan ekonomi yang berbeda.
Anak Muda di Banten Selatan cenderung menuntut pekerjaan dalam rangka mencari atau menyambung hidup. Sedangkan anak muda di daerah Tangerang Raya, selain pekerjaan juga menuntut adanya sektor hiburan dalam rangka menikmati hidup.
Anak muda di Tangerang Raya berharap adanya sejumlah event seperti konser musik, tempat nongkrong atau taman-taman kota.
Bagaimana aspirasi ini terwakili? Apa hubungannya dengan utak-atik kandidat potensial?
Aspirasi masyarakat kerap kali terkait dengan pembangunan ekonomi. Misalnya, coba bandingkan dengan Ibu Kota Provinsi yang lain, seperti Kota Serang justru tertinggal dari daerah lainnya di Banten.
Bukan hanya tertinggal dari daerah penyangga Ibu Kota DKI Jakarta, seperti Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang, tetapi juga tidak lebih baik dari Kota Cilegon dan Kabupaten Serang.
Pengamat umumnya menyimpulkan bahwa pergantian kekuasaan di Banten tidak mempengaruhi pembangunan ekonomi.
Secara teoritis, pandangan tersebut tidak sepenuhnya keliru. Akan tetapi, pembangunan ekonomi di Asia justru membutuhkan stabilitas politik atau political will dari pemimpin yang pada dasarnya berbeda dengan rumus modernisasi Eropa dan Amerika.
Misalnya kita melihat bentuk kerajaan atau dinasti dapat berjalan seiring demokratisasi di Malaysia, Brunei Darussalam dan yang lainnya.
Oleh karena itu, daripada hanya berkutat soal background kandidat, penting juga untuk memastikan apakah penguasa menjalankan kekuasaannya untuk pembangunan ekonomi yang menyejahterahkan masyarakat.
Kedua, kalkulasi politik bukan tidak penting. Justru urgensinya terkait dengan aspirasi dan tuntutan masyarakat.
Keterbelakangan pembangunan ekonomi di Banten Selatan dengan Banten Utara mendorong pentingnya keterwakilan pemimpin dari keduanya, dalam rangka memastikan kekuasaannya, apakah untuk pemerataan pembangunan ekonomi.
Keterwakilan keduanya dapat mewujud sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Banten. Namun dari tiga kandidat potensial Calon Gubernur Banten yang muncul saat ini yakni Wahidin Halim, Airin Rachmi Diany dan Rano Karno, ketiganya memiliki basis suara dari Banten Utara.
Sehingga agar pembangunan dapat merata di Utara dan Selatan, pentingnya keterwakilan dari Banten Selatan, setidaknya sebagai Calon Wakil Gubernur.
Calon Wakil Gubernur Banten dari Kalangan Anak Muda
Setelah kalkulasi keterwakilan geografis, pertanyaan selanjutnya adalah karakteristik kandidat seperti apa yang dapat mewakili aspirasi pembangunan ekonomi dari Banten Selatan?
Pertanyaan tersebut akan mengarahkan kita untuk mengutak-atik pasang calon. Tentu saja ada banyak kemungkinan, tetapi pembangunan ekonomi bersumber pada peranan generasi muda yang lebih melek teknologi.
Hal ini dapat melengkapi kekurangan dari ketiga Calon Kandidat Gubernur sebelumnya yang kurang maksimal memanfaatkan teknologi dan aspirasi anak muda.
Selain itu, kepemimpinan anak muda di daerah bahkan negara lain cenderung tidak berjarak dengan pemilihnya.
Seperti nama-nama bakal Calon Wakil Gubernur dari Banten Selatan adalah Iti Octavia, Irna Narulita dan Andhika Hazrumy,
Ketiganya berpotensi besar, namun kabarnya Irna Narulita tidak mendapat restu dari suaminya yakni Dimyati Natakusumah.
Begitupun dengan Andhika Hazrumy yang justru menjadi Calon Bupati Serang. Alhasil, hanya Iti Octavia yang menjadi Calon Wakil Gubernur potensial.
Kemungkinan tersebut memunculkan banyak nama baru terutama untuk bersaing sebagai bakal Calon Wakil Gubernur.
Calon Wakil Gubernur Potensial
Selain Iti Octavia, beberapa nama lain adalah anggota legislatif terutama DPR RI dari Banten, seperti Hasbi Asyidiki Jayabaya (Adik dari Iti Octavia), Adde Rosi Khoirunnisa (Istri Andhika Hazrumy), Rizki Aulia Rahman Natakusumah (Anak Dimyati Natakusumah), Mohammad Rano Alfath, dan lainnya.
Jika Iti Octavia menjadi Calon Wakil Gubernur, maka akan sulit bagi adiknya Hasbi Asyidiki.
Berbeda dengan keluarga Jayabaya, Dimyati Natakusumah justru merekomendasikan nama anaknya Rizki Aulia Rahman Natakusumah untuk maju pada Pilgub Banten 2024 ketimbang istrinya.
Selain itu, generasi muda lainnya ada Muhammad Rano Alfath, tetapi basis suaranya justru mewakili Tangerang Raya, sedangkan Rizki Aulia lebih potensial karena memiliki basis suara dari Banten Selatan.
Sejauh mana kandidat paham dengan tuntutan ekonomi dan aspirasi anak muda, akan menjadi variabel penting terutama dalam janji dan gaya kampanye kandidat.
Latar Belakang Calon Wakil Gubernur Jadi Tolak Ukur
Begitupun dengan latar belakang prestasi, tidak terkecuali anak muda. Misalnya, selain ketiga calon kandidat gubernur potensial, Iti Octavia juga memiliki sejumlah prestasi saat menjabat sebagai Bupati Lebak.
Sedangkan anak muda yang juga merupakan anggota DPR RI juga mesti terlacak prestasi dan kontribusinya.
Contohnya, Rizki Aulia sejauh ini membantu dalam refocusing APBN untuk pembangunan Banten seperti peningkatan pembangunan jalan, renovasi jembatan Gantung Pagelaran, membantu pemulangan TKI yang bermasalah, dan membawa program wifi internet.
Variabel lain yang bisa dianalisa dari anggota legislatif adalah alokasi dana aspirasi, tentu saja selain visi dan misi mereka kedepannya.
Beberapa pengamat dan kelompok masyarakat mungkin kecewa karena umumnya nama-nama bakal calon terkait dengan politik kekeluargaan/kekerabatan.
Tetapi, menitipkan aspirasi politik pada seorang kandidat yang justru berpotensi kalah tidaklah terlalu berguna atau sia-sia.
Selain itu, sejak awal kita perlu mempertimbangkan alternatif pandangan lain dalam hal pembangunan ekonomi, membutuhkan stabilitas dan political will yang bahkan pada beberapa kasus misalnya kerajaan/monarki sekalipun dapat compatible dengan pembangunan ekonomi.
Kaitannya dengan aspirasi atau tuntutan ekonomi dengan kalkulasi kandidat potensial tidak dapat terpisah.
Pembawaan pemimpin muda mungkin rawan jatuh dan kritik. Tetapi semua itu tidak menegasikan pentingnya peranan anak muda, terutama sebagai pemimpin dan akan sangat berguna jika dia juga perwakilan dari daerah yang terbelakang secara pembangunan, namun memiliki pendidikan yang cukup maju.