TangselNetwork.id – Seperti masyarakat Indonesia pada umumnya, di Magelang, Jawa Tengah, masyarakat juga memanfaatkan hasil pertanian untuk mendongkrak perekonomian. Bertani merupakan pencarian utama dari masyarakat sekitar.
Salah satunya di tiga desa yang berada di Lereng Gunung Merapi yakni Desa Sengi, Desa Sewukan, dan Desa Paten, Kecamatan Dukun.
Di wilayah ini tidak sedikit masyarakat sekitar yang memanfaatkan hasil pertanian untuk kehidupan lebih baik.
Mereka banyak menghidupi keluarga mereka dengan bertani, seperti menyekolahkan anak, sampai memenuhi kebutuhan sehari – hari.
Masyarakat Takut Sumber Air Tercemar atas Aktivitas Pertambangan
Namun, kini mereka terhantui adanya perusahaan yang rencananya akan melakukan aktivitas pertambangan di wilayah mereka.
Bagaimana tidak, perusahaan yang rencananya akan membangun tambang pasir dan batu ini nantinya akan melakukan pengerukan di aliran Kali Tlising.
Padahal masyarakat sejak dahulu menggunakan aliran ini untuk dapat mengaliri irigasi dan menjadi sumber air minum bagi masyarakat.
Karena, sungai yang sejatinya memiliki panjang kurang lebih 15 kilometer ini juga menghidupi 3 desa dengan ribuan jiwa.
Dari informasi masyarakat sekitar, 3 desa yang bergantung pada aliran Kali Tlising untuk sektor pertanian mereka, yakni Desa Sengi dengan jumlah 8 dusun, 112 Hektar, Desa Paten 7 dusun 93 Hektar, dan Desa Sewukan 7 dusun 86 Hektar.
Sementara itu, terdapat 5 Desa yang juga menjadikan aliran Kali Tlising untuk bahan baku air mereka.
Pasalnya, aliran sungai ini memiliki banyak mata air yang mengandung sumber mineral yang tinggi. Tidak heran, jika masyarakat sekitar mempertahankan apa yang menjadi sumber kehidupan mereka.
Lima desa yang bergantung pada sungai ini untuk kebutuhan minum yakni Desa Sengi dengan jumlah 1450 KK, Desa Sewukan 750 KK, Desa Paten 934 KK, Desa Krinjing 430 KK, dan Desa Trogolele 215 KK. Artinya.
Jika nantinya sungai ini tercemar bahkan hancur, akan ada 3.779 KK dengan belasan ribu lebih jiwa yang akan terancam.
Sungai Tlising juga memiliki kejernihan air yang bagus, bahkan berbagai macam tanaman bisa tumbuh subur dengan aliran Kali Tlising.
Banyak pendistribusian Sayur mayur dari desa-desa itu, untuk masyarakat di perkotaan yang ada di berbagai penjuru.
Lalu, masyarakat khawatir jika Kali yang berhulu dari lereng Gunung Merapi ini jadi incaran corporate dan dapat merusak sumber air mereka.
Belakangan, masyarakat juga ikut turun aksi ke jalan, mereka hanya bisa bersuara dan berharap Pemerintah Pusat dapat melihat persoalan yang mereka hadapi.
Apalagi, masyarakat di Kecamatan Dukun ini mempercayai jika Tlising memiliki sejarah panjang dalam peradaban manusia di Indonesia.
Asal-usul Nama Tlising
Seperti halnya yang dikatakan Andi, salah seorang warga yang ikut berjuang dengan masyarakat lainnya.
Ia menceritakan, Nama Sungai Tlising berawal dari nama kerajaan yang ada di wilayah candi pada jaman kerajaan Hindu. Nama kerajaan tersebut adalah Kalisingan.
Dalam kerajaan tersebut ada beberapa prasasti atau candi, seperti Candi Asu, Candi Pendem dan Candi Lumbung.
Selain itu juga sudah masuk dalam catatan UNESCO sebagai wilayah sejarah.
“Jika nantinya Kali Tlising tetap diambil alih oleh para penambang, pastinya dapat memberikan dampak buruk bagi masyarakat sekitar,” ungkapnya.
Dampak pertanian tidak mendapati aliran air dengan baik
Dampak dari segi alam pertama sumber mata air akan hilang karena adanya kerusakan lahan resapan air.
Kemudian, irigasi rusak karena jalurnya berada di sepanjang bantaran sungai dibawah tebing, sehingga jika musim penghujan banyak terjadi longsor.
Bahkan dampak yang cukup serius juga akan terjadi menimpa masyarakat di bantaran Kali Tlising nantinya.
Kurangnya resapan air jika terjadi hujan bisa mengakibatkan banjir lahar hujan dari Merapi.
Tentunya petani juga akan kehilangan mata pencarian dan kehilangan bahan pakan ternak yang mereka tanami di bantaran Kali Tilising.
Atas kekhawatiran tersebut, warga di tiga desa ini menyatakan sikap dengan menolak keras masuknya tambang yang berpotensi menghancurkan sumber air mereka.
Masyarakat secara tegas menolak dukungan dari Pemerintah Desa dan BPD, serta Lembaga Desa yang telah membentuk kesepakatan bersama dalam Permakades sejak tahun 2003 dan diperbarui pada tahun 2022.
“Intinya, dalam Permakades tersebut untuk melestarikan Sungai Tlising dan menolak penambang dengan alat apapun,” tukasnya.
Dengan demikian, apakah layak pertambangan dilakukan dengan dampak yang cukup besar bagi masyarakat yang mayoritasnya merupakan seorang petani dan juga peternak?
Dalam hal ini, masyarakat berharap kepada pemerintah dapat melakukan peninjauan ulang semua jenis perizinan apapun, yang akan memicu konflik sosial di kalangan masyarakat Magelang, Jawa Tengah.
Penulis: Muhammad Iqbal S,Ikom, M,Ikom Aktivis Lingkungan Untuk Pena Masyarakat.